Mendialogkan Sains dan Agama
Polemik yang terjadi di media sosial tentang sains, agama, dan filsafat memicu para pakar untuk mendiskusikan keberhasilan sains di dunia modern. Dari sejumlah pakar keilmuan yang terlibat polemik, mereka terkesan menggunakan pendekatan dari masing-masing latar belakang bidang keilmuan. Berbagai tanggapan tentang sains dari sudut pandang keilmuan yang berbeda memunculkan tafsir-tafsir otoritarianisme dari bidang keilmuan yang di dalaminya. Tafsir yang dihasilkan para pakar atas pendekatan-subjektif justru menyimpulkan bahwa disiplin keilmuan antara sains, agama, dan filsafat saling bertentangan untuk memunculkan kebenaran aksiomatik.
Kesimpulan serupa sama seperti apa yang disampaikan oleh para pakar saintis Richard Dawkins, Lawrence Krauss, Stephen Hawking, Carl Sagan, Richard Feynman, Steven Weinberg, E.O. Wilson, Steven Pinker, Peter Atkins, Victor Stenger, dan lain-lain. Mereka mengemukakan di dalam karya-karyanya sains jauh lebih baik ketimbang agama yang dianggap sebagai penyebab terjadinya kekerasan. Keberhasilan para saintis tersebut sayangnya hanya dilandasi satu pendekatan keilmuan semata (saintifik) tanpa mengkaji lebih jauh ilmu-ilmu yang sebenarnya mendukung keberhasilan sains dalam sejarah umat manusia. Tanggapan kritis inilah yang kemudian disampaikan Haidar Bagir dan Ulil Abshar Abdalla dalam buku berjudul Sains Religius Agama Saintifik (2020).
Haidar dan Ulil berhasil mendialogkan sains dan agama dari literatur sejarah peradaban umat Islam dan literatur sains populer yang berkembang. Berbagai agrumentasi saintis selalu dibangun menggunakan metodologi induksi-empiris. Metode tersebut berfungsi untuk mengumpulkan data lapangan guna memperoleh kesimpulan rigid dan bersifat kausalistik. Namun, keberhasilan sains sebenarnya juga belum sepenuhnya terbebas dari problem-problem metodologi. Meskipun pada umumnya sains berhasil menciptakan berbagai teknologi modern yang bersifat materialistik, tapi jika mempelajari sains tidak memiliki keseimbangan metode dari sumber kebenaran yang lain (agama dan filsafat), para saintis bakal kehilangan kedamaian jiwa, kesejahteraan psikologis, dan nilai-nilai spiritualitas.
Barangkali persoalan ini yang dialami oleh saintis seperti Richard Dawkins dalam karyanya The God Delusion. Keberhasilannya sebagai pakar sains justru membuat fatwa dan propaganda bahwa umat manusia tidak perlu lagi beragama supaya memperoleh kebebasan. Kesimpulan ini cukup menggemparkan bagi kalangan umat beragama, terutama bagi pengkaji teologis seperti Haidar dan Ulil. Haidar membantah gagasan Dawkins bahwa sebenarnya agama bukanlah sumber kekerasan, melainkan hadirnya agama justru menyebarkan rasa kasih sayang kepada sesama umat manusia.
Haidar mencermati apa yang menjadi keresahan para saintis serta memberikan jawaban secara kritis. Genealogi kekerasan yang terjadi dalam sejarah umat beragama (Islam) sebenarnya hanya dipicu oleh otoritas pemahaman tafsir-agama, bukan kebenaran aksiomatik-agama. Hal ini kemudian berkembang, hingga mempengaruhi gejolak-politik di setiap suku, sekte, dan kelompok umat muslim. Kemuduran ini juga disebabkan negara muslim selalu menjunjung sistem politik otoriter dan gemar berkonflik demi kekuasaan. Realitas sosial ini membuktikan sejarah umat Islam pasca Dinasti Abbasiyah memang mengalami kemunduran terhadap ilmu-ilmu sains.
Namun, para saintis populer tidak boleh melupakan sejarah peran dan pengaruh ilmuwan Islam yang berhasil membentuk peradaban Barat. Dalam sejarah umat manusia, ilmuwan Islam sangat berperan penting bagi perkembangan keilmuan sains di Barat. John Freely dalam bukunya berjudul Cahaya Dari Timur: Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat (2011), mengungkapkan keberhasilan ilmuwan Islam mengembangkan sains yang terjadi di Baghdad, Andalusia, Istanbul, dan lain-lain. Melalui warisan manuskrip-manuskrip yang ditulis oleh para ulama yang kini menjadi arsip kebudayaan Islam, telah mempengaruhi masa depan sains di Barat. Freely memaparkan para ulama seperti Al-Jazari, Al-Hassan, Al-Idrisi, Taqi al-Din, Al-Razi, Al-Kindi, Al-Biruni, sangat berjasa lantaran menekuni berbagai bidang keilmuan (sains) dari literatur-terjemahan dan mengembangkannya untuk memahami teori, metodologi, dan cara kerja ilmu sains.
Manuskrip warisan Islam inilah yang kemudian dipelajari dan terjemahkan oleh para akademisi Barat dalam membangun sains di zaman modern. Seperti karya Al-Jazali berjudul Book on the Knowledge of Ingenious Mechanacal Devices, karya Taqi al-Din berjudul The Brightest Stars For the Contruction of Mechanical Cloks, merupakan buku pegangan untuk menciptakan teknologi mesin dan teknologi mengetahui waktu. Sumber-sumber primer tersebut memicu para ilmuwan Barat seperti Donal R. Hill juga menulis karyanya berjudul Islam is Technology, An Illustrated History. Ia turut mengungkapkan banyak sejarawan mengakui kemajuan yang dicapai oleh ilmuwan-ilmuwan muslim di bidang matematika, astronomi, dan ilmu-ilmu sains eksakta, tapi mereka kebanyakan tak menggubris teknologi Islam. Barangkali telaah litelatur yang serampangan ini yang dialami Richard Dawkins akibat kurangnya mengkaji beragam pendekatan disiplin keilmuan tanpa mendialogkannya.
Haidar dan Ulil
mendialogkan agama dan sains untuk meluruskan asumsi-asumsi yang justru
menimbulkan kegelisahan bagi umat manusia. Haidar lantas memperjelas “alam
kehidupan manusia bukan alang kepalang jauh lebih luas ketimbang hanya alam
empiris dan kebutuhan pragmatis. Maka dari itu, kita butuh filsafat, agama,
seni dan sastra. Tidak ada yang lebih mulia, satu di atas lainnya. Semua bisa
membawa kita kepada kebenaran yang luhur (hlm.28)”. Pendapat ini mempertegas
betapa pentingnya mempelajari ilmu dari berbagai disiplin keilmuan. Semakin
banyak belajar dan berpikir, tentu kita semakin dapat bersikap moderat.
Paradigma tersebut yang dibangun dalam buku ini, bahwa sains, filsafat, dan
agama merupakan jalan kebenaran menuju kebahagiaan untuk umat manusia.
Judul Buk : Sains Religius Agama Saintifik
Penulis : Haidar Bagir, Ulil Abshar Abdalla
Penerbit : PT Mizan Pustaka
Tebal Buku : 169 halaman
Cetakan : Agustus, 2020
http://mizanpublishing.com/resensi-sains-agama
M. Taufik Kustiawan,
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, No. WA 081328636804