Lagu,
Logo, dan Muktamar Muhammadiyah
Pada 31 Juli 2019 lalu,
panitia kongres Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang akan diselenggarakan di Solo
meresmikan logo Muktamar di gedung Siti Walidah Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Acara tersebut dihadiri oleh jajaran
Rektor UMS, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Aisyiyah, Menteri
Pendidikan, Wakil Gubernur Jawa Tengah, dan juga berbagai Pengurus Daerah
Muhammadiyah. Dalam sambutan, Haidar Natsir selaku Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengingatkan
kepada para anggota untuk senantiasa memperkokoh misi dakwah Muhammadiyah dari
sejarah masa lalu.
Misi Muhammadiyah antara
lain mengembangkan spirit dakwah Islam berkemajuan dan mengevaluasi kinerja yang
sudah dilaksanakan. Evaluasi kinerja ini perlu ditradisikan dengan duduk bersama dan berkumpul dalam kongres Muktamar
untuk membahas persoalan umat dan bangsa. Dari sejarah hasil kongres Muktamar, akan
menjadi bahan pembelajaran untuk menghadapi tantangan-tantangan global. Peristiwa
ini diingatkan kembali oleh Haidar Natsir lewat sejarah lagu kenangan kongres Muktamar
ke-18 di Solo. Lagu menganalogikan semangat, kekuatan, dan persatuan umat Islam
sejak masa kolonialisme.
Pada 1929, lagu
diciptakan untuk perhelatan Muktamar Muhammadiyah ke-18 di kota Solo. Lagu itu berjudul
Nyanyian Muktamar ke-18 di Solo gubahan
HM Yunus Anis. Haidar Natsir turut menyanyikan bait-bait lagu tatkala memberi
sambutan. “Kongres kita amat besar/
selalu kita gembira/ besar arti dan besar halnya/ besar pula yang ditera/ Maka
syukur kami yang tak terkira-kira/ kepada Allah yang memelihara/ Muhammadiyah
ditolong dan disuburkan dengan segera/ sehingga syiarnya kentara/ Muhammadiyah
sedikit bicara/ banyak bekerja/ terima kasih kepada semua tuan dan siti-siti/
yang mengunjungi kongres besar dengan ringan ikhlas hati/ Kongres Muhammadiyah
yang sangat berarti/ mempersatukan dengan hati/ kaum Islam se-Hindia supaya
sekata sehati/ maka wajib diperingati/ kongres di Solo/sedikit bicara/ banyak
bekerja.”
Di masa kolonial,
pergerakan dakwah Muhammadiyah sudah berhasil menyatukan umat secara kolektif.
Ingatan lagu menandakan, bahwa peran Muhammadiyah dari sejarah masa lalu telah
memberikan gagasan revolusioner dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan,
ekonomi, dan politik. Gagasan itu mempertajam dengan bentuk-bentuk dakwah yang
relevan terhadap tantangan umat Islam di Indonesia. Sejak kelahiran
Muhammadiyah pada 1912 di Yogyakarta, KH Ahmad Dahlan sudah berpikir untuk menghadapi
problematika umat Islam yang sinkretik, taklid,
dan anti-kemodernan. Sebagai organisasi Muslim yang berorientasi skripturalis, Muhammadiyah
menawarkan paham-paham keagamaan yang dapat membebaskan kaum Muslimin dari
belenggu kejumudan dan kemusyikan.
Transformasi struktural
dalam diri Muhammadiyah menekankan pentingnya memahami konsep keagamaan dengan
cara-cara rasional untuk meningkatkan kualitas hidup umat (teologi amal).
Konsep rasionalitas tersebut berhasil memadukan corak teologi yang dapat
diejawantahkan dalam bentuk gerakan dakwah sebagai titik sentral dan kardinal
dalam bidang pendidikan Islam. Realisasi pengembangan gerakan dakwah pendidikan
Islam ini mulai terjadi pada 1920-an. KH Ahmad Dahlan sudah memikirkan media
massa (pers Islam) untuk mewujudkan pengembangan sistem dakwah dan kurikulum
pendidikan Islam di Indonesia. Ia berhasil membentuk majalah Islam (pers)
pertama kali di Hindia-Belanda yang bernama “Suara Muhammadiyah (SM)” sebagai wadah
mengembangkan dakwah internal maupun eksternal.
Kita bisa membaca kembali
majalah Suara Muhammadiyah edisi
No.4/65 Februari 1985 untuk memahami kesejarahan berdirinya majalah Suara
Muhammadiyah. Pada 1920 ketika mendirikan SM, KH Ahmad Dahlan tidak hanya
menjadi ketua pertama Muhammadiyah, tetapi juga sebagai pimpinan redaksi dan
wartawan. Gagasan KH Ahmad Dahlan menerbitkan majalah Islam (SM) ini dipengaruhi
ide-ide Muhammad Abduh, seorang tokoh pembaharuan Islam di Mesir. Intensitasnya
membaca majalah Al-Manar dan beberapa majalah terbitan Melayu, membuat KH Ahmad
Dahlan mulai berpikir untuk memberikan pembelajaran kepada umat di Indonesia secara
keaksaraan.
Maka sejak 1920, gerakan
dakwah SM mulai berkembang sebagai media massa (pers Islam) yang bekerja untuk
memberitakan sejarah perjuangan Muhammadiyah dalam bidang sosial, pendidikan Islam,
dan lain-lain. Berkat SM, gerakan dakwah Muhammadiyah semakin leluasa dalam menyebarkan
panji-panji Islam berkemajuan di seluruh pulau Hindia-Belanda (Indonesia).
Gagasan dakwah Muhammadiyah mulai diterima oleh umat Islam sebagai gerakan
pembaharuan yang bergerak dalam mewujudkan paham Islam yang kontekstual.
Kita bisa memahami gagasan
skripturalis dan perkembangan dakwah Muhammadiyah dalam buku Muhammadiyah Kini dan Esok (1990) yang
di editori Din Syamsuddin. Esai yang ditulis Achmad Jainuri berjudul Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pembaharuan
Islam memberikan penjelasan, bahwa sejak kebangkitan Islam, para ulama di
seluruh dunia menawarkan konsep-konsep pemikiran Islam yang relevan untuk
dikembangkan di berbagai negara mayoritas Muslim. Seperti berdirinya
Muhammadiyah lantaran disebabkan adanya faktor internal dan eksternal yang
melatarbelakangi terbentuknya konsep gerakan pembebasan.
Pertama, faktor internal ini akibat kondisi kehidupan keagamaan
yang menyimpang dari ajaran Islam yang benar. Umat Islam masih meyakini dan
memadukan konsep teologi Islam (sinkretik) sebagai pedoman dalam beribadah. Persoalan
ini yang membuat peran dan dakwah Muhammadiyah perlu meluruskan kembali tentang
pemahaman teologi Islam sesuai ajaran Rasulullah.
Kedua, selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang
menjadi alasan dakwah Muhammadiyah. Sejak masa kolonial, politik Islam Belanda
telah mengacaukan sistem hukum Islam yang sudah berkembang dari
literatur-literatur klasik di Nusantara. Hal ini yang membuat umat Islam di
masa kolonial semakin tidak memahami hakikat Islam. Mafhum, pada masa itu pemerintah kolonial menerapkan sistem
hukum yang mengikat dan membelenggu umat Islam. Dari berbagai persoalan sosial
tersebut, Muhammadiyah telah berjuang dan bekerja dalam mengembangkan ilmu pendidikan
Islam. Maka sejak kebangkitan Islam di Timur Tenggah, tokoh-tokoh pergerakan
Islam mulai menyebarkan nilai-nilai dakwah secara massal dan rasional.
Simbolisme Kemajuan
Logo yang sudah
diresmikan oleh panitia kongres Muktamar ke-48 tampaknya memiliki makna yang
kuat terhadap nilai-nilai sosial dan kebudayaan di Solo. Pasalnya, logo yang
diresmikan tersebut memilih simbol gunung sebagai bagian dari perhelatan akbar.
Gunung memiliki arti pohon kehidupan yang melambangkan isi semesta alam.
Seperti kisah-kisah dalam pewayangan, gunungan memiliki peran penting sebagai
pembuka dan penutup disetiap babak (jejeran). Dari simbolisasi ini kita bisa
memahami bahwa kongres Muhammadiyah ke-48 di Solo ingin memadukan dakwah dengan
kearifan budaya-budaya lokal. Kebudayaan lokal itu juga dapat dijadikan sebagai
gagasan dalam pergerakan dakwah Islam yang dinamis dan progresif.
Kota Solo memang kota
pergerakan yang memiliki banyak kebudayaan. Kebudayaan itu masih melekat dan
menjadi tradisi di keraton Kasunanan, Mangkunegara, dan masyarakat setempat.
Memadukan kebudayaan dalam berdakwah menjadi misi penting asal tidak menyimpang
dari perintah agama. Hal ini yang barang kali menjadi tujuan pemilihan kota
Solo sebagai tempat perhelatan Muktamar ke-48. Kesejarahan
Solo sebagai kota pergerakan Muhammadiyah juga dapat kita ketahui dari rekam sejak
kongres Muktamar ke-41 di Solo pada 1985. Dari hasil evaluasi Muktamar tersebut,
perkembangan pendidikan Islam Muhammadiyah semakin tumbuh subur. Dari hasil
laporan kongres itu, secara kuantitatif perkembangan sekolah Muhammadiyah telah
mencapai 14.384, mulai dari SD sampai SMTA dan berbagai universitas
Muhammadiyah di Indonesia.
Dari hasil kemajuan
pendidikan Islam ini, kita pantas mengenang dan mengingat kembali lagu garapan HM
Yunus Anis. Keberhasilan dinamika dakwah Muhammadiyah yang memadukan budaya
Islami menjadi ijtihad pembaharuan dalam berdakwah. Sedikit tulisan tentang
sejarah kongres Muktamar Muhammadiyah di Solo ini hanya ingin mengingatkan kembali
lirik lagu Muktamar ke-18, bahwa Muhammadiyah memang sedikit bicara banyak
bekerja.
Pernah dimuat di alif.id pada 13 Agustus 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar